Posted By : Muhammad Fendi Sugiharto
Follow my twitter : @pangeran gallau dan @ven di heart
A. Dasar Hukum
- UU No. 12 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah
terakhir dengan UU No. 12 Tahun 1994 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan.
- KMK No.201/KMK.04/2000 Tentang Penyesuaian
Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak Sebagai Dasar
Penghitungan Pajak Bumi dan Bangunan.
- KMK No. 523/KMK.04/1998 Tentang Penentuan
Klasifikasi dan Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Sebagai Dasar Pengenaan
Pajak Bumi dan Bangunan.
- KMK No. 1004/KMK.04/1985 Tentang Penentuan Badan
atau Perwakilan Organisasi Internasional yang Menggunakan Objek Pajak Bumi
dan Bangunan Yang Tidak Dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan.
- Kep Dirjen Pajak Nomor: KEP-251/PJ./2000 Tentang
Tata Cara Penetapan Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak
Sebagai Dasar Penghitungan Pajak Bumi dan Bangunan.
- Kep Dirjen Pajak Nomor: KEP-16/PJ.6/1998 Tentang
Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan.Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor:
SE-43/PJ.6/2003 Tentang Penyesuaian Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) PBB dan Perubahan Nilai Perolehan
Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) BPHTB Untuk Tahun Pajak 2004.
- Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor: SE-57/PJ.6/1994
Tentang Penegasan dan Penjelasan Pembebasan PBB atas Fasilitas Umum dan
Sarana Sosial Untuk Kawasan Industri dan Real Estate.
B. Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan
Pajak bumi dan bangunan (PBB) adalah
pajak yang dipungut atas tanah dan bangunan karena adanya keuntungan dan/atau
kedudukan sosial ekonomi yang lebih baik bagi orang atau badan yang mempunyai
suatu hak atasnya atau memperoleh manfaat dari padanya. Dasar pengenaan pajak
dalam PBB adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). NJOP ditentukan berdasarkan
harga pasar per wilayah dan ditetapkan setiap tahun oleh menteri keuangan.
Besarnya PBB yang terutang diperoleh
dari perkalian tarif (0,5%) dengan NJOP . Nilai Jual Kena Pajak ditetapkan
sebesar 20% dari NJOP (jika NJOP kurang dari 1 miliar rupiah) atau 40% dari
NJOP (jika NJOP senilai 1 miliar rupiah atau lebih). Besaran PBB yang terutang
dalam satu tahun pajak diinformasikan dalam Surat Pemberitahuan Pajak Terutang
(SPPT).
Wajib pajak PBB adalah orang pribadi
atau badan yang memiliki hak dan/atau memperoleh manfaat atas tanah dan/atau
memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan. Wajib pajak
memiliki kewajiban membayar PBB yang terutang setiap tahunnya. PBB harus
dilunasi paling lambat 6 (enam) bulan sejak tanggal diterimanya SPPT oleh wajib
pajak.
Pembayaran PBB dapat dilakukan melalui
bank persepsi, bank yang tercantum dalam SPPT PBB tersebut, atau melalui ATM,
melalui petugas pemungut dari pemerintah daerah serta dapat juga melalui kantor
pos.
C. Obyek Pajak
Berdasarkan
Pasal 2
ayat (1) UU No. 12 Tahun 1985 jo. UU No.12 Tahun 1994 ) yang menjadi objek
pajak adalah :
·
Bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada di
bawahnya.
·
Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan
secara tetap pada tanah dan/atau perairan.
Yang termasuk dalam kriteria bangunan adalah :
· Jalan lingkungan yang terletak dalam suatu kompleks
bangunan seperti hotel, pabrik, dan emplasemennya dan lain-lain yang merupakan
satu kesatuan dengan kompleks bangunan tersebut;
· jalan TOL;
· kolam renang;
· pagar mewah;
· tempat olah raga;
· galangan kapal, dermaga;
· taman mewah;
· tempat penampungan/kilang minyak, air dan gas, pipa
minyak;
· fasilitas lain yang memberikan manfaat;
Klasifikasi Bumi dan Bangunan
Klasifikasi bumi dan bangunan adalah pengelompokan bumi dan bangunan menurut nilai
jualnya dan digunakan sebagai pedoman serta untuk memudahkan penghitungan pajak
yang terhutang.
(
Penjelasan Pasal 2 ayat (1) UU No. 12 Tahun 1985 jo. UU No.12 Tahun 1994
)
D. Subyek PBB
Berdasarkan Pasal 4 UU No. 12 Tahun 1985
jo. UU No.12 Tahun 1994 yang menjadi subjek PBB adalah orang atau badan yang
secara nyata :
·
mempunyai hak atas bumi/tanah, dan/atau;
·
memperoleh manfaat atas bumi/tanah dan/atau;
·
memiliki, menguasai atas bangunan dan/atau;
·
memperoleh manfaat atas bangunan.
Subjek Pajak yang dikenakan kewajiban membayar
pajak menjadi Wajib Pajak menurut UU PBB. Apabila suatu
objek pajak tidak diketahui secara jelas siapa yang akan menanggung pajaknya
maka yang menetapkan subjek pajak sebagai wajib pajak adalah Direktorat Jenderal
Pajak. Penetapan ini ditentukan berdasarkan bukti-bukti :
·
Apakah ada perjanjian antara pemilik dan penyewa yang mengatur ?
·
Siapa yang menanggung kewajiban pajaknya ?
·
Dan siapa yang secara nyata mendapat manfaat atas bidang tanah dan bangunan
tersebut?
E.
Tarif Pajak
Berdasarkan Pasal 5 UU
No. 12 Tahun 1985 jo. UU No.12 Tahun 1994 tarif pajak yang dikenakan atas objek pajak adalah
sebesar 0,5 % (lima persepuluh persen).
F.
Dasar Pengenaan PBB
Menurut Pasal 6 UU No. 12 Tahun 1985
jo. UU No.12 Tahun 1994 jo. Pasal 2 (3) KMK-523/KMK.04/1998 yang menjadi Dasar Pengenaan PBB adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Besarnya Nilai
Jual Objek Pajak ditetapkan setiap tiga tahun oleh Menteri Keuangan, kecuali
untuk daerah tertentu ditetapkan setiap tahun sesuai dengan perkembangan
daerahnya.
Meskipun pada dasarnya penetapan nilai jual objek pajak adalah 3 (tiga)
tahun sekali, namun untuk daerah tertentu yang karena perkembangan pembangunan
mengakibatkan nilai jual objek pajak cukup besar, maka penetapan nilai jual
ditetapkan setahun sekali. Dalam menetapkan nilai jual, Menteri Keuangan
mendengar pertimbangan Gubernur serta memperhatikan asas self assessment.
Nilai jual sebagai Dasar Pengenaan PBB dikelompokkan menjadi dua, yaitu
kelompok A dan kelompok B (KMK-523/KMK.04/1998).
Dalam hal ada objek pajak yang
nilai jual per M2 nya lebih besar dari ketentuan Nilai Jual Objek Pajak, Nilai
Jual Objek Pajak yang terjadi di lapangan tersebut digunakan sebagai
dasar pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan.
G. Dasar Penghitungan Pajak
Berdasarkan
penjelasan Pasal 6 UU No. 12 Tahun 1985 jo. UU No.12 Tahun 1994 jo. PP No.25 Tahun
2002 yang menjadi dasar penghitungan PBB adalah Nilai Jual Kena Pajak (assessment
value) atau NJKP, yaitu suatu persentase tertentu dari nilai jual sebenarnya.
NJKP ditetapkan serendah-rendahnya 20% (dua puluh persen) dan
setinggi-tingginya 100% (seratus persen).
Besarnya persentase NJKP ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah dengan
memperhatikan kondisi ekonomi nasional.
Contoh : Nilai jual suatu objek pajak sebesar Rp 1.000.000,00
persentase NJOP misalnya 20% maka besarnya Nilai Jual Kena Pajak :
20% x Rp 1.000.000,00 = Rp200.000,00
H. Dasar Penghitungan Pajak
Berdasarkan
penjelasan pasal 7 UU No. 12 Tahun 1985 jo. UU No.12 Tahun 1994 secara umum besarnya pajak yang terutang dihitung dengan cara mengalikan
tarif pajak dengan Nilai Jual Kena Pajak (NJKP), atau lebih lengkapnya
sebagaimana diuraikan pada rumus dibawah ini:
Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)
Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak
(NJOTKP)
Nilai Jual Objek Pajak Kena Pajak (NJOPKP)
Nilai Jual Kena Pajak
(NJKP)
= 20% X NJOPKP (untuk NJOP < 1 Miliar); atau
= 40% X NJOPKP (untuk NJOP 1 Miliar atau lebih)
Besarnya PBB terutang =
0,5 % X NJKP
|
XXXXX
XXXXX (-)
XXXXX
XXXXX
XXXXX
|